A R E M A


INGIN BELI KAOS AREMA..............


[x] Tutup Iklan

SDN KLOJEN MALANG JUARA LOMBA DUTA ANAKBERGIZI BAIK TINGKAT NASIONAL

Filed in ,

MENANAMKAN kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan sejak usia dini sebagai bagian penting dalam proses pendidikan anak. Itulah mengapa SDN Klojen menciptakan dokter cilik mahir gizi di sekolah mereka. Bahkan, di tingkat nasional, dokter-dokter cilik ini menyabet juara III tingkat nasional.

Kegembiraan terpancar pada raut wajah empat siswa kelas V dan VI yang berkumpul di ruang Kepala Sekolah SDN Klojen Drs Bambang Tri Budiono Mpd, Jumat (13/8) siang kemarin. Keempat bocah ini bergantian melihat piala juara III lomba dokter cilik mahir gizi tingkat nasional.

Dalam lomba yang digelar salah satu perusahaan susu dan Departemen Pendidikan Nasional itu, diikuti 19 kota.
Lomba berlangsung pada 4 - 7 Agustus lalu di Jakarta.

Keempat siswa yang meraih prestasi ini adalah Winda Amalia Hapsari (kelas VI), Safira Raikhan Firdaus (kelas V), David Wira Adi Pratama (kelas V), dan Aji Agung Sedayu (kelas V). Di tingkat sekolah, mereka terpilih berkat prestasi akademis, kesehatan fisik, dan kemampuan komunikasi yang lebih dibanding dengan temn-temannya. "Meski juara III, tapi tingkat nasional lho. Jadi boleh dong bangga dengan prestasi kita,'' tutur Winda.

Bocah bertubuh bongsor kelahiran Malang, 1 Oktober 1998 ini, mengisahkan prestasi yang diraih bersama tiga temannya bukanlah hal mudah. Dua hari menjalani seleksi, banyak waktu dan pikiran yang tersita. Kendala utama adalah rasa minder dengan teman-temannya sesama peserta sebanyak 70 orang lebih.

Sekilas, SDN Klojen yang berlokasi di Jl Patimura 1 bukan termasuk bilangan sekolah favorit di Kota Malang. Kendati lokasinya ada di tengah kota. Meski demikian, SDN yang semua biaya operasional menggantungkan dari bantuan BOS (biaya operasional sekolah) ini tak kecil hati dan surut dengan sarana dan prasarana yang dimiliki.

Salah satu kreasinya adalah sejak tiga bulan terakhir terlecut menciptakan dokter cilik mahir gizi di lingkungan sekolah mereka. Tujuannya untuk membentuk pribadi tangguh bagi siswanya terkait tentang kesehatan.

Peserta dari ibu kota dan kota besar lainnya dinilai memiliki rasa percaya diri cukup besar. "Awalnya kami ragu karena berasal dari sekolah kecil. Namun setelah memperoleh dukungan dari guru pembimbing (Dini Wardani), rasa percaya diri kami mulai muncul sejak hari pertama,'' kata Winda.

Berkat rasa percaya diri yang dimiliki, tahapan presentasi bisa dilalui dengan mulus. Bahkan, dewan juri terkesima dengan program yang telah dilakukan para dokter cilik ini di lingkungan sekolahnya.

Safira, yang duduk disanding Winda lekas menimpali apa saja yang telah dilakukan di sekolah selama ditempa menjadi dokter kecil oleh guru-gurunya. "Ada empat hal yang menjadi prioritas perubahan di sekolah seputar tentang masalah kesehatan,'' ujar Safira.

Pertama, tentang makanan serta pola saji di kantin sekolah. Kedua, tentang kebersihan kamar mandi; ketiga, kesadaran siswa membuang sampah pada tempatnya; dan keempat, pentingnya pemanfaatan ruang unit kesehatan sekolah (UKS).

Keempat poin target perubahan itu dirapatkan baik dengan satu tim atau dengan guru pembimbing. Tahap pertama adalah penggalian data di lapangan, pemecahan masalah, dan terakhir evaluasi. Untuk pencarian data dilakukan tidak secara terang-terangan.

Contohhnya ketika investigasi di kantin, dilakukan dengan penyamaran layaknya sebagai pembeli. "Namun diam-diam kami tanya kepada penjual tentang makanan yang mereka jual. Apakah ada kandungan zat pewarna kimia atau penyedap rasa,'' kata Safira.

Temuan permasalahan di atas memang sangat memprihatinkan. Tentang menu jajanan di kantin, banyak yang mengandung bumbu penyedap masakan, zat pewarna, dan air yang belum dimasak. Begitu juga tempat makanan banyak yang menggunakan kertas atau plastik bermelamin yang bisa menimbulkan penyakit kanker. Kemudian kondisi kamar mandi yang jorok. "Berbau dan banyak tulisan jorok,'' ujar bocah kelahiran 16 Juli 2000 ini.

Kemudian kesadaran siswa untuk membuang sampah di tempatnya masih rendah. Selepas istirahat atau pulang sekolah banyak sampah ditemukan berserakan di kelas atau lapangan. "Akibatnya sering ada keluhan dari petugas kebersihan sekolah,'' kata Safira yang bercita-cita menjadi dokter.

Lalu terakhir, kondisi UKS masih mirip gudang. Tidak ada tampilan jelas sebagai ruang perawatan kesehatan bagi siswa. Kotor dan perlengkapan kesehatan tidak memadai.

Sedangkan langkah teknis perbaikan dengan mengambil skala prioritas. Kali pertama yang diselesaikan adalah perbaikan kualitas menu makanan kantin. "Kami berempat minta kepada kepala sekolah untuk mengumpulkan para penjual makanan di kantin sekolah untuk memberikan pengarahan,'' kata David, salah satu anggota tim.

Awalnya para penjual itu keberatan, karena harus mengubah banyak barang jualan mereka. Beruntung sekolah bersikap tegas. Secara bertahap, perubahan sudah mulai dilakukan. Sekarang misalnya, sudah jarang makanan atau minuman yang dijual dalam kemasan plastik atau melamin. Untuk minuman yang sekarang banyak dijual adalah es teh, teh panas, dan air mineral.

Sedang jajanan, sekarang diperbanyak jajanan tradisional, misalnya bubur, nogosari, getuk, lemper, dan pukis. Sedang makanan bakso, sudah tidak lagi menggunakan saos namun diganti kecap dan sambalnya buatan sendiri. "Jadi biji cabenya masih kelihatan. Beda dengan yang dijual di toko-toko, warnanya hanya kuning,'' kata bocah kelahiran 9 Agustus 2000 lalu.

Sedang untuk perbaikan kualitas kamar mandi, dilakukan secara bersama-sama. "Kami membersihkan bersama-sama kamar mandi, mulai menghapus tulisan jorok di dinding kamar mandi hingga memberikan sosialisasi kepada teman-temannya agar kencing pada tempatnya,'' ujar David yang bercita-cita menjadi polisi ini.

Sedang perilaku membuang sampah pada tempatnya dirasa paling sulit, karena yang mereka lihat kesadaran teman-temannya sangat rendah. "Kami kerap ngalahi untuk mengambil sampah yang berserakan lalu membuangnya ke tong sampah,'' sambung Aji. Tidak jarang ketika ada temannya yang diperingatkan bukan malah nurut, namun malah lari. "Apa boleh buat, kami yang harus membuangnya,'' kata bocah kelahiran 8 Agustus 2000 ini.

Aji yang kelak besar ingin menjadi dokter ini mengaku kadang jengkel melihat ulah teman-temannya yang kurang peduli dengan kesehatan. Namun dengan sabar dia bersama tim melakukan penyadaran secara bertahap.

Untuk ruang UKS, kini sudah berbenah. Peralatan kesehatan sudah lebih lengkap dari yang terdahulu. Sekarang lantainya ada karpetnya, tempat tidurnya kini dialasi perlak agar tidak lekas kotor jika kena darah atau obat tetes.

Sekarang, setelah predikat dokter cilik mereka peroleh, keempatnya berkomitmen untuk terus peduli terhadap lingkungan sekolah mereka. Yang mereka rasakan dengan peduli pada kebersihan dan kesehatan, maka proses belajar menjadi lebih nyaman dan senang.

Selain menyabet juara dalam kelompok tim, Winda juga berhasil menyandang duta dokter cilik mahir gizi yang memiliki 10 tanda umum anak bergizi baik. Tanda itu di antaranya adalah bertambah berat, dan bertambah tinggi.

Kemudian potur tubuh tegap berotot padat, rambut berkilau dan kuat, kulit dan kuku bersih tidak pucat, wajah ceria mata bening, dan bibir segar. Selain itu gigi bersih dan gusi merah muda, nafsu makan lebih baik, dan buang air besar teratur.

Sumber: Jawa Pos, 15/08/2010

@ Selasa, 17 Agustus 2010 1 comment

Share This Post

RSS Digg Twitter StumbleUpon Delicious Technorati

1 Comment

Comments
Leave a Comment

Next Post Previous Post
Stroom designed by ZENVERSE Converted to Blogger Templates and Blogger Themes for Cinta | Discount Watch